Saturday, January 30, 2016

KIAT-KIAT MENINGKATKAN IMAN (BAGIAN 2 DARI 6) 

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 17 Rabi'ul Akhir 1437 H / 27 Januari 2016 M
📝 Materi Tematik
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
🔊 Pengajian Islam | Kiat-Kiat Meningkatkan Iman (Bagian 2 Dari 6)
⬇️ Download Audio: https://goo.gl/Ru67zl

📡 Sumber:
https://yufid.tv/10651-kiat-meningkatkan-keimanan-ustadz-firanda-andirja-m-a.html
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Apa yang akan disebutkan oleh Syaikh 'Abdurrazzāq Al Badr hafizhahullāhu Ta'āla adalah poin-poin terpenting dari amalan shalih yang dapat menambah keimanan.


■ 1 | BELAJAR ILMU AGAMA


Ini merupakan perkara yang sangat penting yang sangat menambah keimanan.

Yaitu seluruh ilmu yang berkaitan dengan agama, baik ilmu halal wal haram, ushul fiqih, mushthalah hadits, ilmu tentang akhlaq, zuhud dan adab.


Keutamaan menuntut ilmu sangat luar biasa, oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak pernah memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan kecuali tambahan ilmu.

Kata Allāh :

وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا

"Katakanlah wahai Muhammad,  'Ya Rabbku, tambahkanlah bagiku ilmu'."
(QS Thāha: 114)


Oleh karenanya, dalam hadits yang masyhur Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka untuk meraih ilmu (menuntut ilmu), maka Allāh akan mudahkan jalannya menuju surga."

(HR Muslim)

Perhatikan hadits ini!

Bukankah kita semua sepakat bahwa seluruh amalan shalih mengantarkan kepada surga?

Shalat, puasa, zakat mengantarkan kepada surga, lantas kenapa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengkhususkan penyebutan menuntut ilmu mengantarkan kepada surga? Dimudahkan jalannya menuju surga?

Karena jalan yang paling cepat mengantarkan kepada surga adalah menuntut ilmu.

Dengan ilmu seseorang akan beribadah kepada Allāh dengan ibadah yang benar dan akan mengetahui keburukan-keburukan yang untuk dia jauhi.

Ilmu merupakan pintu yang membuka berbagai macam kebaikan.

Ini dalil yang sangat kuat menunjukkan bahwasanya menuntut ilmu akan menambah keimanan.


Dalam hadits yang lain, kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam Shahīh Al Bukhāri:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Barangsiapa yang Allāh kehendaki baginya kebaikan, Allāh akan buat dia paham tentang agama."

Perhatikan!

Dalam hadits ini Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan "Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allāh untuk dirinya..."

Seperi kata Al Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāh; "khairan" di sini dalam bentuk tanwin (nakirah) dan kalau ada kalimat nakirah dalam kalimat syarat maka memberikan faidah keumuman dan juga memberikan faidah tafkhim.

Sebagaimana perkataan Ibnu Hajar rahimahullāh, tatkala kalimat nakirah datang dalam bentuk kalimat syarat,

⇒ Nabi tidak mengatakan "man yurīdillāhu bihi al khaira" dengan alif lam, tapi "bihi khairan" dengan tanwin.

Dalam kaidah ushul fiqh, kalau kalimat nakirah disebutkan dalam konteks kalimat syarat maka memberikan kaidah keumuman, sehingga seakan-akan Nabi mengatakan:

"Barangsiapa yang Allāh ingin berikan kepada dia kebaikan dengan berbagai macam kebaikan (umum mencakup kebaikan apa saja), maka Allāh akan buat dia paham tentang agama."

Selain itu, Ibnu Hajar juga mengatakan, "Lītafkhim," khairan di situ menunjukkan agungnya kebaikan tersebut.

Seakan-akan Nabi mengatakan:

"Barangsiapa yang ingin Allāh berikan kepada dia kebaikan yang spesial (bukan sembarang kebaikan) maka Allāh akan buat dia paham tentang agama."


Dan yang paling menunjukkan akan keutamaan ilmu adalah sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits Abu Dardā (hadits riwayat muslim di atas).

Kemudian kata Nabi shallallahu alaihi wasallam:

... وَ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ بِمَا يَصْنَعُ...

"Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka...."

⇒ Menunjukkan malaikat tawādhu' di hadapan penuntut ilmu karena penuntut ilmu diagungkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Orang yang mencari ilmu dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka karena ridha dengan apa yang dilakukan oleh penuntut ilmu.


Kemudian, kata Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam:

وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْبَحْرِ

"Sesungguhnya seorang yang menuntut ilmu (yang berilmu), akan dimintakan ampunan baginya oleh seluruh penghuni langit dan penghuni bumi, sampai-sampai ikan di lautan juga berdo'a kepada Allāh agar mengampuni orang ini..."

Maka saya katakan bahwasanya menuntut ilmu merupakan sebab utama untuk diampuni dosa-dosa.


Kemudian kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

 وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

"Dan keutamaan seorang yang alim dibandingkan dengan seorang ahli ibadah seperti keutamaan rembulan dibanding seluruh bintang."

Kita bayangkan, di malam hari tatkala bulan purnama, bulan cuma satu namun cahaya bulan itulah yang menerangi bumi yang bagi orang-orang cahaya tersebut bermanfaat.

Adapun bintang-bintang walaupun jumlah banyak, cahayanya tidak akan sampai menerangi bumi.

Artinya, kalau ada satu orang yang benar-benar alim, maka dia lebih afdhal daripada jutaan ahli ibadah yang tidak alim.

Karena dia bisa memberi petunjuk kepada masyarakat, sedangkan ahli ibadah hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Orang alim bisa memberikan penerangan kepada masyarakat tatkala timbul fitnah-fitnah dan syubhat-syubhat.

Dialah yang bisa menjelaskan kepada masyarakat untuk menepis kerancuan dalam pemikiran dan menjelaskan pintu-pintu kebaikan.

Maka satu orang alim lebih baik daripada jutaan ahli ibadah.


Kemudian kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

"Sesungguhnya para Nabi tidaklah mewariskan harta dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang telah mengambil ilmu maka dia telah mengambil warisan para Nabi."

Oleh karenanya, ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Apa yang sedang kita pelajari setiap hari dalam kajian, baik melalui televisi, radio-radio ataupun langsung bermajlis di hadapan para ustadz atau para ulama maka itu semua adalah warisan nabi yang sedang kita ambil.

Maka hendaknya kita berbahagia.

Lebih banyak warisan nabi yang kita ambil maka makin banyak keimanan kita yang bertambah.


Namun ada perkara yang penting yang harus saya ingatkan, ini diingatkan oleh para ulama dan juga diingatkan oleh Syaikh 'Abdurrazzāq dalam kitabnya tersebut bahwasanya:

◆ Menuntut ilmu bukanlah ibadah lidzatihi, tapi ibadah lighairihi.

Ilmu merupakan wasilah kepada sesuatu dan hanya bernilai ibadah kalau dia bisa mengantarkan kepada sesuatu tersebut, sesuatu tersebut adalah agar dia bisa beribadah, bertakwa kepada Allah.

⇒ Artinya, kalau seorang menuntut ilmu hanya sekedar sebagai wawasan (pengetahuan), bukan untuk diamalkan, maka ilmu tersebut tidak menjadi ibadah.

Ilmu itu menjadi ibadah ketika ilmu tersebut bisa mengantarkan kepada ibadah (bernilai ibadah) disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla

Dan ini seperti firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam Surat Al Baqarah ayat 21

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Bahwasanya tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah dan ilmu adalah sarana untuk ibadah.

Kalau ternyata seseorang menuntut ilmu tetapi tidak mengantarkan dia kepada ibadah, maka bisa jadi bumerang bagi dia.

Oleh karenanya, Allāh memuji kita di dalam Al Qurān, Allāh mengatakan:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

"Sesungguhnya yang takut kapada Allāh diantara hamba-hambaNya adalah para ulama (orang-orang berilmu)."

(QS Fāthir: 28)

Kalau ternyata ilmunya tidak mengantarkan dia untuk takut kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka dia keluar dari ulama yang dimaksudkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh hanya memuji orang-orang yang berilmu yang takut kepada Allāh.

Adapun orang yang memiliki ilmu tetapi tidak takut kepada Allāh (lisannya tidak dia jaga, omongannya kotor, mudah menjatuhkan orang lain, menuduh orang lain sembarangan) maka ini adalah ilmu yang terkontaminasi.

Allāh juga sebutkan dalam surat Az Zumar ayat 9, ini ayat yang sangat indah:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ

"Ataukah seseorang yang dia beribadah kepada Allāh qunut (ibadah yang lama) dia malam hari dalam keadaan sujud atau dalam keadaan berdiri, dalam keadaan takut dengan akhirat dan berharap rahmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla..."

Ini menunjukkan bahwa orang yang berilmu yaitu dia shalat malam.

Setelah Allāh menunjukkan ciri orang yang beribadah di malam hari (sujud, berdiri, takut kepada akhirat, berharap kepada Allāh, kemudian kata Allāh di akhir ayat:

"Apakah sama antara orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?"

Jawabannya tidak sama dalam segala hal.

Perhatikan di sini!

Allāh mengkaitkan antara shalat malam (beribadah di malam hari; sujud, berdiri karena Allāh, takut, berharap kepada Allāh)  dengan orang yang berilmu.

Ini dalil bahwasanya ilmu itu adalah sarana untuk mencapai ibadah.

Ketika ilmu tersebut tidak mengantarkan kepada ibadah maka ilmu tersebut bukan ibadah, ilmu tersebut tidak berpahala. Bahkan ilmu tersebut akan menjadi bumerang.

Perhatikan kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

"Al Qurān itu adalah pembelamu di akhirat kelak atau akan menjadi bumerang untuk menyerang engkau pada hari akhirat kelak."

(HR Muslim no. 223)

Demikianlah ilmu itu, akan membela pelakunya di akhirat kelak atau akan menyerang pelakunya di akhirat kelak.

Oleh karenanya, disebutkan dalam hadits yang shahih:

Bahwasanya di akhirat kelak dua kaki seorang hamba tidak akan bergeser sampai ditanya tentang empat perkara, diantaranya ditanya tentang ilmunya; apa yang telah dia amalkan dari ilmunya tersebut.

(HR At Tirmidzi No. 2417)

Ini adalah pertanyaan yang akan ditujukan kepada kita semua.


Oleh karenanya, agar ilmu kita ini menambah keimanan kita dan mendekatkan kita kepada Allāh, memudahkan kita sampai kepada surga, maka tatkala kita berilmu (belajar), maka ingat dan niatkan jangan sekedar untuk wawasan tapi kita niatkan untuk kita amalkan, menghilangkan kejahilan dan untuk mendekatkan diri kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, baik kita bersendirian atau di hadapan orang, kita semakin takut dan taqwa kepada Allāh.


Karenanya, saya tutup masalah ilmu dengan perkataan Ibnul Qayyim yang sangat indah, dia mengatakan:

كل عمل وعلم  لا يزيد الإيمان قوة فمدخول

◆ Seluruh ilmu dan seluruh amal yang tidak menambah keimanan maka terkontaminasi.

Seluruh ilmu yang tidak menambah iman berarti menuntut ilmunya tidak beres, terkontaminasi, pasti ada niat niat yang buruk dalam hatinya.

Entah karena riya', karena ingin dimuliakan oleh masyarakat, karena untuk menyaingi ustadz yang lain misalnya.

Demikian juga misalnya dia beramal ternyata tidak menambah keimanan, pasti termasuki dengan sesuatu yang merusaknya, terkontaminasi dengan niat-niat yang tidak beres.

Oleh karenanya, perkara yang pertama yang menambahkan keimanan bagi seorang adalah menuntut ilmu yang dituntut dengan penuh keikhlasan dan ilmu tersebut mengantarkan dia untuk bertakwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan beramal shalih.
__________________________
📦 Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

🌐 Website:
http://www.bimbinganislam.com
👥 Facebook Page:
Fb.com/TausiyahBimbinganIslam
📣 Telegram Channel:
http://goo.gl/4n0rNp
📺 TV Channel:
http://BimbinganIslam.tv selengkapnya...

KIAT-KIAT MENINGKATKAN IMAN (BAGIAN 1 DARI 6)


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا و سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبد الله ورسوله، لا نبي بعده.


Topik yang kita angkat saat ini adalah tentang "Kiat-kiat Meningkatkan Iman" (Asbāb Ziyādatil Īmān).

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah mengikatkan masalah kebahagian dengan keimanan.

Semakin tinggi iman seseorang maka akan semakin tinggi pula kebahagian yang akan dia peroleh di dunia maupun di akhirat.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barang siapa yang beramal shalih, baik lelaki maupun perempuan, dan dia beriman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka Kami akan memberikan kepada dia kehidupan yang penuh kebaikan (kebahagiaan) di dunia dan Kami akan berikan ganjaran kepada mereka yang lebih baik dari pada apa yang mereka kerjakan di dunia maupun di akhirat."

(QS An Nahl: 98)

Di dalam ayat ini, Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjanjikan kebahagiaan bagi orang-orang yang beriman di dunia dan juga ganjaran yang indah di akhirat kelak.

Karenannya, yakinlah, sejauh mana ketinggian keimanan seseorang maka sejauh itulah kebahagian yang akan diraih di dunia sebelum di akhirat.

Karenanya, pembicaraan tentang meningkatkan keimanan adalah pembicaraan yang sangat urgent bagi kita kaum mukminin dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari.

Kita ingin iman kita bertambah dan kita sangat sadar bahwa sering sekali iman kita turun maka kita tidak ingin iman kita turun terus menerus, kita ingin diperbaiki kemudian ditambah lagi.

Demikianlah kondisi iman seorang muslim, "يزيد و ينقص" (bertambah dan berkurang).

Oleh karenanya, para Salaf dahulu (para Shahabat), mereka memberi perhatian khusus tentang masalah bertambahnya keimanan.

Seperti 'Umar bin Khaththāb radhiyallāhu Ta'āla 'anhu pernah berkata:

هلموا بنا نزداد إيمانا

"Marilah kita berkumpul agar kita menambah keimanan."

Demikian juga dengan Ibnu Mas'ūd radhiyallāhu Ta'āla 'anhu pernah berkata:

اجلسوا بنا نزداد إيمانا

"Marilah kita duduk bersama agar kita menambah keimanan."

⇒ Yaitu dengan bermudzakarah (saling mengingatkan) dengan membacakan ayat-ayat Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Majelis-majelis inilah yang akan menambah keimanan.

Demikian juga Mu'ādz bin Jabal radhiyallāhu Ta'āla 'anhu pernah berkata:

اجلسوا بنا نؤمن ساعة

"Marilah kita duduk, kita tambah keimanan kita beberapa saat ini."

Karenanya mengetahui kapan iman kita bertambah dan kapan iman kita berkurang merupakan fikih seorang hamba, dengan sebab apa iman bertambah dan sebab apa imannya berkurang.

Sebagaimana perkataan Abū Dardā radhiyallāhu Ta'āla 'anhu:

من فقه العبد أن يعلم أمزداد هو أو منتقص

"Diantara fikih seorang hamba adalah dia mengetahui apakah imannya sedang bertambah atau imannya sedang berkurang."

Ini penting !

Kita harus sadar kapan iman kita bertambah, dengan apa iman kita bertambah, maka kita lazimi sebab-sebab tersebut.

Allāh memberikan kita ilmu untuk mengetahui kapan iman kita berkurang.

Sehingga kita bisa merasakan tatkala iman kita berkurang, tatkala hati kita terasa keras (kaku) yang membuat susah untuk mentadabburi ayat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang seakan-akan tidak ada suasana yang indah tatkala mendengar ayat-ayat Allāh.

Kecerdasan seorang hamba adalah ketika dia mengetahui apakah imannya sedang bertambah atau berkurang.

Abū Dardā juga mengatakan:

من فقه العبد أن يعلم نزغات الشيطان أنى تأتيه

"Diantara fikih seorang hamba yakni dia mengetahui kapan gangguan syaithan mendatanginya."

Ini juga penting !

Kapan iman saya terjatuh? Kapan saya tergoda dengan syaithan? Dalam kondisi apa saya tergoda dengan syaithan?

Dengan demikian dia bisa menjauhi kondisi-kondisi sepereti itu.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Oleh karenanya, saya akan menyampaikan sebab-sebab bertambahnya keimanan yang saya ringkas dari buku yang ditulis oleh Syaikh 'Abdurrazzāq Al Badr hafizhahullāh Ta'āla, dalam kitabnya  أسباب زيادة الإيمان ونقصانهم (Sebab-sebab  Bertambahnya Keimanan dan Turunnya Keimanan).

Di dalam buku yang ringkas ini, yang sekitar hanya 80 halaman, beliau menyebutkan sebab-sebab bertambahnya iman dan sebab-sebab turunnya iman. Namun beliau hanya menurunkan beberapa sebab yang penting dan mudah saja (mudah menambah keimanan)

Secara umum seluruh amalan shalih akan menambah keimanan dan seluruh kemaksiatan akan mengurangi keimanan.

Oleh karenanya, diantara Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamā'ah bahwasannya:

الإيمان قول وعمل يزيد بالطاعة وينقص بالمعصية

"Iman itu terdiri atas perkataan dan perbuatan; bertambah dengan keta'atan dan berkurang dengan kemaksiatan."

Berbeda dengan aqidahnya orang-orang Mu'tazilah, Khawārij dan Murji'ah yang membatasi bahwasannya iman itu hanyalah pada masalah hati dan tidak bertambah tidak berkurang.

Adapun Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamā'ah, iman itu berupa perkataan (seperti kata-kata yang indah dan dzikir) dan juga berupa perbuatan (seperti shalat, sedekah, haji, umrah).

✓KAIDAH UMUM: BERTAMBAHNYA IMAN DENGAN KETA'ATAN DAN BERKURANGNYA IMAN DENGAN KEMAKSIATAN.
________

Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

🌐 Website:
http://www.bimbinganislam.com
👥 Facebook Page:
Fb.com/TausiyahBimbinganIslam
📣 Telegram Channel:
http://goo.gl/4n0rNp
📺 TV Channel:
http://BimbinganIslam.tv selengkapnya...