Tuesday, April 26, 2005

Dia-lah yang Maha Segala-galanya...

" Ya, Ilahi...
malam demi malam telah berlalu... siang pun telah datang
Demi Keagungan-Mu, inilah kebiasaan malamku yang selalu aku lakukan untuk-Mu.
Demi Kemuliaan-Mu, meskipun mungkin Kau menolakku ketika aku mengetuk
pintu-Mu, namun aku akan tetap menanti di hadapannya, karena hatiku
sepenuhnya telah terpaut hanya untuk-Mu... "

" Ya Allah...

apapun yang Engkau karuniakan kepadaku di dunia ini
berikanlah kepada musuh-musuh-Mu
dan apapun yang Engkau karuniakan kepadaku di akhirat nanti
berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu
karena Engkau sendiri sudahlah cukup bagiku... "

" Ya, Ilahi...

tenggelamkan aku dalam Cinta-Mu
hingga tiada satu pun yang akan menggangguku dalam Jumpa-Mu
Ya Ilahi... bintang-gemintang berkelap-kelip
manusia telah terlena dalam buai tidur lelap
pintu-pintu istana pun tlah rapat tertutup


Ya Ilahi...
demikian malam pun berlalu
dan inilah siang datang menjelang
aku menjadi resah gelisah
apakah persembahan malamku Kau terima
hingga aku bisa mereguk Bahagia
Ataukah itu semua Kau tolak, hingga aku dihimpit duka...
Demi keMahakuasaan-Mu, inilah yang selalu aku lakukan
selama Kau beri aku kehidupan
andai Kau usir aku dari pintu-Mu
aku tidak akan pernah pergi berlalu
karena cintaku kepada-Mu sepenuh qalbu... "

(Rabi'ah al-Adawiyah)


selengkapnya...

Wednesday, April 13, 2005

Ketika Ikhwah Jatuh Cinta


Suatu ketika, dalam majelis koordinasi seorang akhwat berkata pada mas’ul dakwahnya, “akhi, ana ga bisa lagi berinteraksi dengan akh fulan”. Suara akhwat itu bergetar. Nyata sekali menekan perasaannya.”Pekan lalu, ikhwan tersebut membuat pengakuan yang membuat ana merasa risi dan….Afwan, terus terang juga tersinggung.” Sesaat kemudian suara dibalik hijab itu mengatakan….ia jatuh cinta pada ana.”

mas’ul tersebut terkejut, tapi ditekannya getar suaranya. Ia berusaha tetap tenang. “Sabar ukhti, jangan terlalu diambil hati. Mungkin maksudnya tidak seperti yang anti bayangkan.”
Sang mas’ul mencoba menenangkan terutama untuk dirinya sendiri.

“Afwan…ana tidak menangkap maksud lain dari perkataannya. Ikhwan itu mungkin tidak pernah berpikir dampak perkataannya. Kata-kata itu membuat ana sedikit banyak merasa gagal menjaga hijab ana, gagal menjaga komitmen dan menjadi penyebab fitnah. Padahal, ana hanya berusaha menjadi bagian dari perputaran dakwah ini.” sang akhwat kini mulai tersedak terbata.

“Ya sudah…Ana berharap anti tetap istiqamah dengan kenyataan ini, ana tidak ingin kehilangan tim dakwah oleh permasalahan seperti ini”. Mas’ul itu membuat keputusan, “ana akan ajak bicara langsung akh fulan”

Beberapa Waktu berlalu, ketika akhirnya mas’ul tersebut mendatangi dulan yang bersangkutan. Sang Akh berkata, “Ana memang menyatakan hal tersebut, tapi apakah itu suatu kesalahan?”

Sang mas’ul berusaha menanggapinya searif mungkin. “Ana tidak menyalahkan perasaan antum. Kita semua berhak memiliki perasaan itu. Pertanyaan ana adalah, apakah antum sudah siap ketika menyatakan perasaan itu. Apakah antum mengatakannya dengan orientasi bersih yang menjamin hak-hak saudari antum. Hak perasaan dan hak pembinaannya. Apakah antum menyampaikan kepada pembina antum untuk diseriuskan?. Apakah antum sudah siap berkeluarga. Apakah antum sudah berusaha menjaga kemungkinan fitnah dari pernyataan antum, baik terhadap ikhwah lain maupun terhadap dakwah????” Mas’ul tersebut membuat penekanan substansial. ” Akhi bagi kita perasaan itu tidak semurah tayangan sinetron atau bacaan picisan dalam novel-novel. Bagi kita perasaan itu adalah bagian dari kemuliaan yang Allah tetapkan untuk pejuang dakwah. Perasaan itulah yang melandasi ekspansi dakwah dan jaminan kemuliaan Allah SWT. Perasaan itulah yang mengeksiskan kita dengan beban berat amanah ini. Maka Jagalah perasaan itu tetap suci dan mensucikan.”

Cinta Aktivis Dakwah
Bagaimana ketika perasaan itu hadir. Bukankah ia datang tanpa pernah diundang dan dikehendaki?

Jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukanlah perkara sederhana. Dalam konteks dakwah, jatuh cinta adalah gerbang ekspansi pergerakan. Dalam konteks pembinaan, jatuh cinta adalah naik
marhalah pembinaan. Dalam konteks keimanan, jatuh cinta adalah bukti ketundukan kepada sunnah Rosullulah saw dan jalan meraih ridho Allah SWT.

Ketika aktivis dakwah jatuh cinta, maka tuntas sudah urusan prioritas cinta. Jelas, Allah, Rosullah dan jihad fii sabilillah adalah yang utama. Jika ia ada dalam keadaan tersebut, maka
berkahlah perasaannya, berkahlah cintanya dan berkahlah amal yang terwujud dalam cinta
tersebut. Jika jatuh cintanya tidak dalam kerangka tersebut, maka cinta menjelma menjadi fitnah baginya, fitnah bagi ummat, dan fitnah bagi dakwah. Karenannya jatuh cinta bagi aktivis
dakwah bukan perkara sederhana.

Ketika Ikhwan mulai bergetar hatinya terhadap akhwat dan demikian sebaliknya. Ketika itulah cinta ‘lain’ muncul dalam dirinya. Cinta inilah yang akan kita bahas disini. Yaitu sebuah karunia dari kelembutan hati dan perasaan manusia. Suatu karunia Allah yang membutuhkan bingkai yg jelas. Sebab terlalu banyak pengagung cinta ini yang kemudian menjadi hamba yang tersesat. Bagi aktivis dakwah, cinta lawan jenis adalah perasaan yang lahir dari tuntutan fitrah, tidak lepas dari kerangka pembinaan dan dakwah. Suatu perasaan produktif yang dengan indah dikemukakan oleh ibunda kartini,” …akan lebih banyak lagi yang dapat saya kerjakan untuk bangsa ini, bila saya ada disamping laki-laki yg cakap, lebih banyak kata saya…..daripada yang saya usahakan sebagai perempuan yg berdiri sendiri..”

Cinta memiliki 2 mata pedang. Satu sisinya adalah rahmat dengan jaminan kesempurnaan agama dan disisi lainnya adalah gerbang fitnah dan kehidupan yg sengsara. Karenanya jatuh cinta membutuhkan kesiapan dan persiapan. Bagi setiap aktivis dakwah, bertanyalah dahulu kepada diri sendiri, sudah siapkah jatuh cinta???jangan sampai kita lupa, bahwa segala sesuatu yang melingkupi diri kita, perkataan, perbuatan, maupun perasaan adalah bagian dari deklarasi nilai diri sebagai generasi dakwah. Sehingga umat selalu mendapatkan satu hal dari apapun pentas kehidupan kita, yaitu kemuliaan Islam dan kemuliaan kita karena memuliakan Islam.


Deklarasi Cinta
Sekarang adalah saat yang tepat bagi kita untuk mendeklarasikan cinta diatas koridor yang bersih. Jika proses dan seruan dakwah senantiasa mengusung pembenahan kepribadiaan manusia, maka layaklah kita tempatkan tema cinta dalam tempat utama. Kita sadari kerusakan prilaku generasi hari ini, sebagian besar dilandasi oleh salah tafsir tentang cinta. Terlalu banyak penyimpangan terjadi, karena cinta didewakan dan dijadikan kewajaran melakukan pelanggaran. Dan tema tayangan pun mendeklarasikan cinta yang dangkal. Hanya ada cinta untuk sebuah persaingan, sengketa. Sementara cinta untuk sebuah kemuliaan, kerja keras dan pengorbanan, serta jembatan jalan kesurga dan kemuliaan Allah, tidak pernah mendapat tempat disana.

Sudah cukup banyak pentas kejujuran kita lakukan. Sudah terbilang jumlah pengakuan keutamaan kita, sebuah dakwah yang kita gagas, Sudah banyak potret keluarga yg baru dalam masyarakat yg kita tampilkan.
Namun berapa banyak deklarasi cinta yang sudah kita nyatakan. Cinta masih menjadi topik ‘asing’ dalam dakwah kita. Wajah, warna, ekspresi dan nuansa cinta kita masih terkesan ‘misteri.
Pertanyaan sederhana, “Gimana sih, kok kamu bisa nikah sama dia, Emang kamu cinta sama
dia?”, dapat kita jadikan indikator miskinnya kita mengkampanyekan cinta suci dalam dakwah ini.

Pernyataan ‘Nikah dulu baru pacaran’ masih menjadi jargon yang menyimpan pertanyaan misteri, “Bagaimana caranya, emang bisa?”. Sangat sulit bagi masyarakat kita untuk mencerna dan memahami logika jargon tersebut. Terutama karena konsumsi informasi media tayangan, bacaan, diskusi dan interaksi umum, sama sekali bertolak belakang dengan jargon tersebut.

Inilah salah satu alasan penting dan mendesak untuk mengkampanyekan cinta dengan wujud yang baru. Cinta yang lahir sebagai bagian dari penyempurnaan status hamba. Cinta yang diberkahi karena taat kepada sang Penguasa. Cinta yang diberkahi karena taat pada sang penguasa. Cinta yang menjaga diri dari penyimpangan, penyelewengan dan perbuatan ingkar terhadap nikmat Allah yang banyak. Cinta yang berorientasi bukan sekedar jalan berdua, makan, nonton dan seabrek romantika yang berdiri diatas pengkhianatan terhadap nikmat,
rezki, dan amanah yang Allah berikan kepada kita.

Kita ingin lebih dalam menjabarkan kepada masyarakan tentang cinta ini. Sehingga masyarakat tidak hanya mendapatkan hasil akhir keluarga dakwah. Biarkan mereka paham tentang perasaan seorang ikhwan terhadap akhwat, tentang perhatian seorang akhwat pada ikhwan, tentang cinta ikhwan-akhwat, tentang romantika ikhwan-akhwat dan tentang landasan kemana cinta itu bermuara. Inilah agenda topik yang harus lebih banyak dibuka dan dibentangkan. Dikenalkan kepada masyarakat berikut mekanisme yang menyertainya. Paling tidak gambaran besar yang menyeluruh dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga mereka bisa mengerti bagaimana proses panjang yang menghasilkan potret keluarga dakwah hari ini.

Epilog


Setiap kita yang mengaku putra-putri Islam, setiap kita yg berjanji dalam kafilah dakwah, setiap kita yang mengikrarkan Allahu Ghoyatuna, maka jatuh cinta dipandang sebagai jalan jihad yang menghantarkan diri kepada cita-cita tertinggi, syahid fi sabililah. Inilah perasaan yang istimewa. Perasaan yang menempatkan kita satu tahap lebih maju. Dengan perasaan ini, kita mengambil jaminan kemuliaan yang ditetapkan Rosullulah. Dengan perasaan ini kita memperluas ruang dakwah kita. Dengan perasaan ini kita naik marhalah dalam dakwah dan pembinaan.

Betapa Allah sangat memuliakan perasaan cinta orang-orang beriman ini. Dengan cinta itu mereka berpadu dalam dakwah. Dengan cinta itu mereka saling tolong menolong dalam kebaikan, dengan cinta itu juga mereka menghiasi Bumi dan kehidupan di atasnya. Dengan itu semua Allah berkahi nikmat itu dengan lahirnya anak-anak shaleh yang memberatkan Bumi dengan kalimat Laa Illaha Ilallah. Inilah potret cinta yang sakinah, mawaddh, warahmah. jadi…sudah beradi jatuh cinta…??

Wallahu’alam bishawab

Diambil dari Majalah Al Izzah edisi 11/th4/jan 2005 M
selengkapnya...

Kekuatan Do'a

Do'a memiliki kekuatan... Ketika kita terhimpit dalam problematika kehidupan, sesungguhnya yg dapat membuat kita bertahan adalah harapan kita.

Maka ketika berdo'a kpd Allah sesungguhnya kita sedang mendekati Sumber dari semua kekuatan dan apa yg kita butuhkan hanyalah...mempertemukan kehendak kita dengan kehendak Allah SWT melalui DO'A dan TAWAKKAL...

faidza 'azamta fatawakkal 'alallah...
selengkapnya...

Tuesday, April 12, 2005

Menggapai Istiqomah di Jalan Da’wah yang Panjang

Al Faqiir Ahmad Saikhudin (Ikatan Da’i Ar Risalah Btm Centre, Batam)

“Nahnu da’iyun qobla syai’ ”, Kami semua adalah Da’I sebelum yang lain.

Kata-kata mutiara nan indah ini pernah di ucapkan oleh seorang mujahid agung zaman ini, Syaih AsSyahid Imam Hasan Al Banna. Kita adalah umat yang terbaik yang di ciptakan Allah untuk menyuruh pada kema’rufan dan mencegah segala bentuk kemungkaran dan kebatilan (QS Ali Imran:110). Kita semua adalah seorang da’I, penyeru pada kalimatuLLah. Setiap kita adalah memikul taklif/ beban da’wah di pundak kita masing-masing. Allah SWT telah memilih kita untuk memikul beban ini, dan tidak di berikan beban ini pada makhluk Allah yang lain. Dalam lingkup yang lebih kecil lagi yaitu manusia Allah juga memilih hamba-hamba-Nya yang beriman saja yang boleh memikul da’wah ini, tidak semua manusia Allah berikan kesempatan untuk ikut serta dan andil dalam kereta da’wah ini. Maka sungguh berbahagia orang-orang yang di pilih Allah SWT untuk memasuki gerbong da’wah ini sementara orang lain tertinggal di belakang dan di luar gerbong atau bahkan malah menghalang-halangi jalannya kereta da’wah ini. Tapi sebesar apapun rintangan yanga ada, sesungguhnya kereta da’wah ini akan terus melaju dan terus berkembang, dengan kita ikut di dalamnya atau kita tidak turut serta di dalamnya. Maka sungguh merugilah orang-orang yang di beri kesempatan untuk ikut kereta da’wah ini dan berjalan sekian waktu, namun sebelum sampai ke tujuan terminal yang sebenarnya yaitu Surga-Nya yang indah, dia sudah turun (futur-insilakh) dan keluar dari kereta yang masih terus berjalan.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali Imran:104).

Ayat ini berbicara dan menyuruh segolongan ummat untuk menyeru kebajikan (yad’uuna ilalkhoir), yang artinya sekedar mengajak saja dengan tidak ada unsur pemaksaan dalam da’wah karena sifatnya hanya menyeru, bukan memerintah. Tapi pada kalimah selanjutnya Allah mengatakan dan menyuruh pada yang ma’ruf (ya’muruuna bil ma’ruf) yang artinya ada ikatan dan hukum yang kuat. Masing-masing mempunyai keutamaan yang berbeda dan di lakukan oleh pelaku yang berbeda. Bagi kita para aktifis da’wah (InsyaAllah), tugas yang pertama yaitu menyeru pada kebaikan ini hendaknya yang harus kita laksanakan. Segala potensi yang ada pada diri kita yang telah di berikan Allah SWT, kita maksimalkan dengan baik untuk kemajuan da’wah. Dari individu-individu muslim yang mempunyai berbagai macam potensi dan kemampuan inilah da’wah akan bisa di jalankan sesuai dengan manhaj. Mereka yang aktif berda’wah dengan lisannya lewat ceramah, tabligh, syiar, daurah, training, seminar ataupun mereka yang mempunyai kemampuan dalam hal berda’wah lewat tulisan dan analisa-analisanya yang tajam.

Ada beberapa hal keutamaan da’wah yang harus kita ingat selalu, sehingga saat fenomena adanya kader da’wah yang futur menghampirinya, dia akan mengingat tentang “fadhail-fadhail da’wah” sehingga akan menguatkan kembali hati yang sedang down. Bukankah hati manusia ini lebih suka bergejolak dan terbolak-balik daripada air yang mendidih, ini menurut seorang mu’assis da’wah yang cukup di kenal di negeri ini yaitu Ustadz Musyaffa A Rahim, Lc.
Setiap saat hati kita harus senantiasa di tadzkir/ di ingatkan dengan akherat baik oleh faktor internal yaitu dari dalam diri kita ataupun faktor eksternal yang berasal dari orang lain. Dengan demikian, saat kita kita sedang dalam keadaan insilakh/ futur, karena ada dorongaan diri kita (tetapi yang bersifat dorongan internal sangat susah ketika insilakh menghampiri) akan menguatkan kembali. Tetapi yang paling sering adalah sesungguhnya kita membutuhkan siraman-siraman penyejuk hari dan himmah/ semangat serta ruh yang baru dari orang lain untuk menguatkan hati kita.

Adapun keutamaan da’wah antara lain :

1. A’dhamu Ni’mah / Nikmat yang terbesar.

Dengan bersama da’wah, hakekatnya dia telah mendapatkan kenikmatan yang sangat besar, kelezatan iman, kemuliaan hidup karena tidak setiap orang mendapatkan kesempatan nikmat berda’wah ini. Saat kita merasa lelah, capek, sakit karena banyaknya tugas-tugas da’wah yang menumpuk itulah saat terindah kita bisa mengadukan diri kita pada pemilik kereta da’wah yang sesungguhnya, Allahu Rabbul Izzah lewat tilawah kalam-Nya, ataupun dengan bermunajat dalam kekhusu’an shalat-shalat kita. Sungguh merupakan kenikmatan dari Allah yang tidak di berikan kepada semua orang kecuali para da’-dai yang mukhlis di jalanNya.

2. Ahsanul Amal/ sebaik-baiknya amal.

Dan Allah mengatakan :” Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" “

Da’wah adalah sebaik-baik perkataan dan sebaik-baik amal. Tidak ada perbuatan lain yang lebih baik selain da’wah untuk menyeru pada kalimatul hiyal ‘Ulya/ kalimah Allah yg maha tinggi yaitu lewat da’wah ini. Begitu beruntungnya mereka yang terlibat aktif dalam da’wah karena ia telah melakukan sebaik-baik amal perbuatan.

3. Minhatu Rusul/ tugas pokok Rasul.

Setiap Rasul yang di utus Allah mereka punya tugas yang utama dan pertama yaitu menyampaikan risalah/ da’wah. Dari NabiyuLLah Adam alaihissalam sampai baginda yang mulia Muhammad, tugas pokok mereka adalah da’wah. Tabligh/ menyampaikan risalah kebenaran dari Rabb mereka yaitu Allahu rabbul A’la. Saat Rasul terakhir telah di wafatkan oleh allah, maka tugas pokok da’wah ini belum berakhir karena ia harus di pikul oleh para ummat Rasul yang telah mendapatkan pelajaran berharga darinya baik melalui hadist, sunnah dan wahyu yang Allah turunkan padanya yaitu Alqur’an.

Tugas kita hanyalah meneruskan risalah yang sudah ada dan lengkap, kemudian menyeru manusia lainnya yang belum sampai kepada mereka risalah Allah ini.

4. AlHayyatu Robbaniyyah/ Kehidupan yang di ridloi Allah SWT

Ridlo Allah adalah segala-galanya. Setiap detik dari semua perbuatan kita adalah mencari mardhotiLLah yaitu meraih Ridlo Allah bukan ridlo makhluk. Betapa bahagianya bila kita menjadi manusia yang selalu mendapatkan Ridlo-Nya. Puncak dari pencarian manusia dalam hidup adalah keridloaanNya. Maka dengan da’wah inilah kita bisa mewujudkan dan menggapai ridlo-Nya.

Selain daripada keutamaan di atas, dengan da’wah yang kita lakukan dengan ikhlas, akan berdampak pada kehidupan yang penuh berkah. Bila kita telah mendapatkan Ridlo Allah, tentu DIA akan memberkahi kehidupan kita. Hidup kita di penuhi dengan Ridlo atas semua ketentuan dari allah, Mencintai dan di cintaiNya, mendapatkan kasih sayang dan RahmatNya, serta mendapatkan dari setiap amal ibadah kita berupa pahala yang berlipat ganda dan tidak pernah terputus (ajrun ghoiru mamnuun).

Semua pahala dan keutamaan di atas, tentunya harus kita miliki dengan harga yang mahal bukan dengan mudah. Membutuhkan sifat istiqomah hingga akhir hayat kita, untuk kita genggam iman dan da’wah ini. Dan Allah mengatakan : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu"(QS Al Fushillat:30).

Keistiqomahan kita inilah kunci pokoknya. Sudah sunatuLlah bahwa da’wah adalah jalan panjang. Di kanan kirinya , depan belakang penuh dengan onak dan duri. Jalannya naik turun penuh dengan rintangan. Da’wah bukanlah jalan mulus yang penuh dengan bunga-bunga semerbak mewangi, zahra dan misk di depannya. Sungguh adalah jalan yang tidak setiap orang bisa melaluinya kecuali hamba-hamba Allah yang mukhlis dan senantiasa menjaga sifat Istiqomahnya. Mereka yang mau istiqomah, maka sebagaimana ayat di atas Allah akan menurunkan di hatinya ketenangan bersama malaikat. Mereka tidak boleh merasa dan memang di larang bersikap takut, lemah dan bersedih karena sesungguhnya derajat mereka para Da’I itu lebih tinggi di sisi Allah SWT. Selain itu Allah juga menjanjikan surga yang maha indah, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang menyejukkan dengan bidadari yang bermata jeli. Kenikmatan yang sempurna adalah saat mereka bisa berjumpa dengan wajah Allah yang mulia. Dan sekali lagi, semua kenikmatan itu hanya bisa di dapatkan dg istiqomah.

Seorang ulama besar yang Allah mengujinya dengan lumpuh separo badannya, namun demikian dia masih teguh berda’wah dan istiqomah di jalan Da’wah, DR Syaih Musthofa AsSiba’I mengatakan istiqomah itu awalnya penuh karomah, di tengahnya keselamatan dan ujungnya adalah surga. Wahai yang merindukan taman-taman surga, inilah kiranya yang harus antum lakukan agar terwujud apa yang menjadi damba dan cita dalam sanubari.

Ibnul Qayyim Al Jauzi dalam kitabnya “Thariqul Istiqomah” mengajarkan kepada kita beberapa hal untuk menjaga keistiqomahan kita. Menurutnya seseorang tidak akan mencapai ke hariabaan Ilahi tanpa bekal istiqomah, sabar, dan konsekuen. Dan ia tak akan memiliki jiwa istiqomah dan konsistensi prima tanpa bekal Quwwatul Ilmiyyah Wa Quwwatul Amaliyyah (Kekuatan ilmu dan kekuatan amal).

Beberapa hal nasehat beliau dalam kitabnya yang telah ringkas lagi oleh Syaih Abu Abdurrahhman bin Shalih Al Ubailan “Thariqul Hijratain” :

1. Memelihara Intuisi kita.

Intuisi atau bashirah atau firasat bagi aktifis da’wah dan hamba-hamba yang beriman harus senantiasa di jaga, karena dengan intuisi inilah dia akan mampu merasakan saat-saat imannya dalam keadaan turun atau mengendor. Dengan intuisi yang terjaga, mereka akan mampu untuk meredam gejolak dan mengendalikan hawa nafsunya yang lawwamah untuk menjadi nafs yang
muthmainnah dengan mendawamkan amalan fardlu yang rutin semisal shalat, zakat, dan ibadah-ibadah nawafil seperti tilawah, Qiyamul Lail, puasa sunnnah, shalat-salat sunnah sebagai tawazun/ balance/ penyeimbang saat ia dalam keadaan goyah.

2. Selalu isti’dad/mempersiapkan diri menuju Ilahi

Kondisi iman mereka selalu dalam keadaan siaga bila satu saat Allah harus memanggilnya. Karena dengan demikian mereka selalu dalam keadaan prima baik iman maupun amalan hariannya. Mereka mengerti benar sebagaimana perkataan Syaih abdul Qadir Jaelani bahwa “Al Imaanu yazid bi tho’ati Wa yanquus bi ‘usyaan”, Iman naik dengan ketaatan kita pada allah dan dia akan turun karena kemakasiatan yang kita lakukan.

3. Kaidah satu jalan

Di dalam meniti jalan Ilahi, secara kualifikasi manusia di bagi ke dalam 2 bagian : kelas tinggi (Al ulyah) dan kelas rendah (As Suflah). Termasuk kategori kelas tinggi adalah mereka yang mengetahui jalan Allah , kemudian melintasinya untuk menuju ke HadiratNya. Dan mereka inilkah hamba-hamba Allah yang terhormat di sisi rabbNya.

Sedangkan tergolong kelas rendah atau bawah adalah mereka yang tidak tahu hakekat jalan allah dan tidak berusaha untuk mempelajarinya dan memaksa diri melaluinya. Inilah tipe orang yang hina di sisi Allah SWT.

Para aktifis da’wah adalah mereka yang meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa Nur Allah-lah yang paling benar dan mutlak. Lainnya adalah sesuatu yang rendah dan hina.Dengan demikian, mereka akan senantiasa mencari dan melalui satu jalan ini yaitu Nur Ilahi sebagai satu-satunya cahaya kebenaran.

4. Selalu dengan kekuatan.

Mereka para da’I selalu membekali dirinya dengan 2 macam kekuatan yaitu Quwwatul Ilmiyyah dan quwwatul Amaliyyah. Kekuatan dalam hal keilmuan dan pengetahuan dan kekuatan Amal perbuatan setelah mereka mendapatkan ilmu. Kedua kekuatan harus mutlak di miliki oleh para aktifis da’wah karena keduanya saling bersinergi dan saling bersimultan. Tidak saling menghilangkan. Ilmu tanpa Amal maka ia menjadi lumpuh adanya, dan sebaliknya Amal tanpa ilmu yang meneranginya maka ia akan menjadi buta karena ia beramal tanpa petunjuk yang sempurna berupa ilmu. Ia beramal dengan meraba-raba. Untuk menggenggam istiqomah ini, mereka harus memiliki kefahaman dalam hal ilmu dan mereka siap mengimplementasikan dalam setiap hidupnya.

5. Mengisi masa perjalanan

Ketika ia mulai di lahirkan ibunya yang mulia, saat itulah pengembaraan di dunia di mulai dan taklif telah mulai di pikulnya. Tak ada kata untuk menolaknya, karean semuanya menjadi sunatuLlah. Orang yang cerdik adalah orang yang menempatkan senantiasa menempatkan fase perjalanannya berada di hadapannya, dan menempuh dengan penuh selamat dan membawa maslahat. Bila satu fase telah di selesaikan, ia akan menempuh fase berikutnya dan menyelesaikannya dengan sempurna. Setiap detik dalam hidupnya, ia penuhi dengan kebaikan dan amalan-amalan taqwa untuk lebih mendekatkan pada surganya. Ia isi perjalanan hidupnya dengan berlomba-lomba pada kebaikan.

6. Memahami kualifikasi manusia

Ibnul Qayyim membagi manusia berdasarkan kualifikasinya :

a. Asy-Qiya’ : Orang-oarng yang sengsara
b. Ad Dzalimuun : Orang-orang yang aniaya dan terperdaya dengan dirinya dan dunia ini.
c. Al Abraar : Orang-oarng yang berbakti
d. As Sabbiquuna Al Muqarrabbuun : Golongan orang-orang yang menang dan dekat yaitu mereka yang hatinya telah penuh dengan pancaran sinar ma’rifat, mahabbah/ kecintaan, khouf/ takut pada Allah, dan respek terhadap semua keinginan Allah SWT.

Dengan mengetahui tingkatan atau kualifikasi manusia kita akan mengerti di mana posisi kita saat ini, sehingga kita bisa menjaga istiqomah kita untuk mendapatkan posisi yang tertinggi yaitu A Sabiquuna Al Muqqarrabuuna.

Dan akhirnya semoga kita termasuk di jadikan Allah sebagai golongan-golongan hambaNya yang senantiasa berda’wah dan istiqomah di jalanNya sampai kita berjumpa denganNya. Kepada-Nya kita berharap dan memohon Petunjuk serta Taufiknya. Alangkah berbahagianya saat kita nanti bisa menghadap wajah Allah yang mulia dengan kepala tengadah menikmati Cahaya WajahNya karena amal-amal da’wah, keridloan dan Keistiqomahan kita di jalanNya sewaktu di dunia.
“Ya Muqqallibal Quulub, Tsabit qalbi ‘ala diniika, aala istiqomatika, wa alaa tho’atika. Aamiin.”

Kinilah saatnya kita berazzam di hati, bahwa kita siap memikul seberat apapun beban da’wah ini, kita menyadari kita adalah hamba-hamba Allah yang telah di pilihnya. Kalau kita berat dan tidak mau menerimanya, maka bersiap-siaplah DIA akan menggantikan kita dengan generasi dan ummat yang lebih baik dari kita . Jika bukan kita yang menjalankan da’wah ini maka bersiap-siaplah :

“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. “ (QS Al Maidah:54)

selengkapnya...