Al Faqiir Ahmad Saikhudin (Ikatan Da’i Ar Risalah Btm Centre, Batam)
“Nahnu da’iyun qobla syai’ ”, Kami semua adalah Da’I sebelum yang lain.
Kata-kata mutiara nan indah ini pernah di ucapkan oleh seorang mujahid agung zaman ini, Syaih AsSyahid Imam Hasan Al Banna. Kita adalah umat yang terbaik yang di ciptakan Allah untuk menyuruh pada kema’rufan dan mencegah segala bentuk kemungkaran dan kebatilan (QS Ali Imran:110). Kita semua adalah seorang da’I, penyeru pada kalimatuLLah. Setiap kita adalah memikul taklif/ beban da’wah di pundak kita masing-masing. Allah SWT telah memilih kita untuk memikul beban ini, dan tidak di berikan beban ini pada makhluk Allah yang lain. Dalam lingkup yang lebih kecil lagi yaitu manusia Allah juga memilih hamba-hamba-Nya yang beriman saja yang boleh memikul da’wah ini, tidak semua manusia Allah berikan kesempatan untuk ikut serta dan andil dalam kereta da’wah ini. Maka sungguh berbahagia orang-orang yang di pilih Allah SWT untuk memasuki gerbong da’wah ini sementara orang lain tertinggal di belakang dan di luar gerbong atau bahkan malah menghalang-halangi jalannya kereta da’wah ini. Tapi sebesar apapun rintangan yanga ada, sesungguhnya kereta da’wah ini akan terus melaju dan terus berkembang, dengan kita ikut di dalamnya atau kita tidak turut serta di dalamnya. Maka sungguh merugilah orang-orang yang di beri kesempatan untuk ikut kereta da’wah ini dan berjalan sekian waktu, namun sebelum sampai ke tujuan terminal yang sebenarnya yaitu Surga-Nya yang indah, dia sudah turun (futur-insilakh) dan keluar dari kereta yang masih terus berjalan.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali Imran:104).
Ayat ini berbicara dan menyuruh segolongan ummat untuk menyeru kebajikan (yad’uuna ilalkhoir), yang artinya sekedar mengajak saja dengan tidak ada unsur pemaksaan dalam da’wah karena sifatnya hanya menyeru, bukan memerintah. Tapi pada kalimah selanjutnya Allah mengatakan dan menyuruh pada yang ma’ruf (ya’muruuna bil ma’ruf) yang artinya ada ikatan dan hukum yang kuat. Masing-masing mempunyai keutamaan yang berbeda dan di lakukan oleh pelaku yang berbeda. Bagi kita para aktifis da’wah (InsyaAllah), tugas yang pertama yaitu menyeru pada kebaikan ini hendaknya yang harus kita laksanakan. Segala potensi yang ada pada diri kita yang telah di berikan Allah SWT, kita maksimalkan dengan baik untuk kemajuan da’wah. Dari individu-individu muslim yang mempunyai berbagai macam potensi dan kemampuan inilah da’wah akan bisa di jalankan sesuai dengan manhaj. Mereka yang aktif berda’wah dengan lisannya lewat ceramah, tabligh, syiar, daurah, training, seminar ataupun mereka yang mempunyai kemampuan dalam hal berda’wah lewat tulisan dan analisa-analisanya yang tajam.
Ada beberapa hal keutamaan da’wah yang harus kita ingat selalu, sehingga saat fenomena adanya kader da’wah yang futur menghampirinya, dia akan mengingat tentang “fadhail-fadhail da’wah” sehingga akan menguatkan kembali hati yang sedang down. Bukankah hati manusia ini lebih suka bergejolak dan terbolak-balik daripada air yang mendidih, ini menurut seorang mu’assis da’wah yang cukup di kenal di negeri ini yaitu Ustadz Musyaffa A Rahim, Lc.
Setiap saat hati kita harus senantiasa di tadzkir/ di ingatkan dengan akherat baik oleh faktor internal yaitu dari dalam diri kita ataupun faktor eksternal yang berasal dari orang lain. Dengan demikian, saat kita kita sedang dalam keadaan insilakh/ futur, karena ada dorongaan diri kita (tetapi yang bersifat dorongan internal sangat susah ketika insilakh menghampiri) akan menguatkan kembali. Tetapi yang paling sering adalah sesungguhnya kita membutuhkan siraman-siraman penyejuk hari dan himmah/ semangat serta ruh yang baru dari orang lain untuk menguatkan hati kita.
Adapun keutamaan da’wah antara lain :
1. A’dhamu Ni’mah / Nikmat yang terbesar.
Dengan bersama da’wah, hakekatnya dia telah mendapatkan kenikmatan yang sangat besar, kelezatan iman, kemuliaan hidup karena tidak setiap orang mendapatkan kesempatan nikmat berda’wah ini. Saat kita merasa lelah, capek, sakit karena banyaknya tugas-tugas da’wah yang menumpuk itulah saat terindah kita bisa mengadukan diri kita pada pemilik kereta da’wah yang sesungguhnya, Allahu Rabbul Izzah lewat tilawah kalam-Nya, ataupun dengan bermunajat dalam kekhusu’an shalat-shalat kita. Sungguh merupakan kenikmatan dari Allah yang tidak di berikan kepada semua orang kecuali para da’-dai yang mukhlis di jalanNya.
2. Ahsanul Amal/ sebaik-baiknya amal.
Dan Allah mengatakan :” Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" “
Da’wah adalah sebaik-baik perkataan dan sebaik-baik amal. Tidak ada perbuatan lain yang lebih baik selain da’wah untuk menyeru pada kalimatul hiyal ‘Ulya/ kalimah Allah yg maha tinggi yaitu lewat da’wah ini. Begitu beruntungnya mereka yang terlibat aktif dalam da’wah karena ia telah melakukan sebaik-baik amal perbuatan.
3. Minhatu Rusul/ tugas pokok Rasul.
Setiap Rasul yang di utus Allah mereka punya tugas yang utama dan pertama yaitu menyampaikan risalah/ da’wah. Dari NabiyuLLah Adam alaihissalam sampai baginda yang mulia Muhammad, tugas pokok mereka adalah da’wah. Tabligh/ menyampaikan risalah kebenaran dari Rabb mereka yaitu Allahu rabbul A’la. Saat Rasul terakhir telah di wafatkan oleh allah, maka tugas pokok da’wah ini belum berakhir karena ia harus di pikul oleh para ummat Rasul yang telah mendapatkan pelajaran berharga darinya baik melalui hadist, sunnah dan wahyu yang Allah turunkan padanya yaitu Alqur’an.
Tugas kita hanyalah meneruskan risalah yang sudah ada dan lengkap, kemudian menyeru manusia lainnya yang belum sampai kepada mereka risalah Allah ini.
4. AlHayyatu Robbaniyyah/ Kehidupan yang di ridloi Allah SWT
Ridlo Allah adalah segala-galanya. Setiap detik dari semua perbuatan kita adalah mencari mardhotiLLah yaitu meraih Ridlo Allah bukan ridlo makhluk. Betapa bahagianya bila kita menjadi manusia yang selalu mendapatkan Ridlo-Nya. Puncak dari pencarian manusia dalam hidup adalah keridloaanNya. Maka dengan da’wah inilah kita bisa mewujudkan dan menggapai ridlo-Nya.
Selain daripada keutamaan di atas, dengan da’wah yang kita lakukan dengan ikhlas, akan berdampak pada kehidupan yang penuh berkah. Bila kita telah mendapatkan Ridlo Allah, tentu DIA akan memberkahi kehidupan kita. Hidup kita di penuhi dengan Ridlo atas semua ketentuan dari allah, Mencintai dan di cintaiNya, mendapatkan kasih sayang dan RahmatNya, serta mendapatkan dari setiap amal ibadah kita berupa pahala yang berlipat ganda dan tidak pernah terputus (ajrun ghoiru mamnuun).
Semua pahala dan keutamaan di atas, tentunya harus kita miliki dengan harga yang mahal bukan dengan mudah. Membutuhkan sifat istiqomah hingga akhir hayat kita, untuk kita genggam iman dan da’wah ini. Dan Allah mengatakan : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu"(QS Al Fushillat:30).
Keistiqomahan kita inilah kunci pokoknya. Sudah sunatuLlah bahwa da’wah adalah jalan panjang. Di kanan kirinya , depan belakang penuh dengan onak dan duri. Jalannya naik turun penuh dengan rintangan. Da’wah bukanlah jalan mulus yang penuh dengan bunga-bunga semerbak mewangi, zahra dan misk di depannya. Sungguh adalah jalan yang tidak setiap orang bisa melaluinya kecuali hamba-hamba Allah yang mukhlis dan senantiasa menjaga sifat Istiqomahnya. Mereka yang mau istiqomah, maka sebagaimana ayat di atas Allah akan menurunkan di hatinya ketenangan bersama malaikat. Mereka tidak boleh merasa dan memang di larang bersikap takut, lemah dan bersedih karena sesungguhnya derajat mereka para Da’I itu lebih tinggi di sisi Allah SWT. Selain itu Allah juga menjanjikan surga yang maha indah, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang menyejukkan dengan bidadari yang bermata jeli. Kenikmatan yang sempurna adalah saat mereka bisa berjumpa dengan wajah Allah yang mulia. Dan sekali lagi, semua kenikmatan itu hanya bisa di dapatkan dg istiqomah.
Seorang ulama besar yang Allah mengujinya dengan lumpuh separo badannya, namun demikian dia masih teguh berda’wah dan istiqomah di jalan Da’wah, DR Syaih Musthofa AsSiba’I mengatakan istiqomah itu awalnya penuh karomah, di tengahnya keselamatan dan ujungnya adalah surga. Wahai yang merindukan taman-taman surga, inilah kiranya yang harus antum lakukan agar terwujud apa yang menjadi damba dan cita dalam sanubari.
Ibnul Qayyim Al Jauzi dalam kitabnya “Thariqul Istiqomah” mengajarkan kepada kita beberapa hal untuk menjaga keistiqomahan kita. Menurutnya seseorang tidak akan mencapai ke hariabaan Ilahi tanpa bekal istiqomah, sabar, dan konsekuen. Dan ia tak akan memiliki jiwa istiqomah dan konsistensi prima tanpa bekal Quwwatul Ilmiyyah Wa Quwwatul Amaliyyah (Kekuatan ilmu dan kekuatan amal).
Beberapa hal nasehat beliau dalam kitabnya yang telah ringkas lagi oleh Syaih Abu Abdurrahhman bin Shalih Al Ubailan “Thariqul Hijratain” :
1. Memelihara Intuisi kita.
Intuisi atau bashirah atau firasat bagi aktifis da’wah dan hamba-hamba yang beriman harus senantiasa di jaga, karena dengan intuisi inilah dia akan mampu merasakan saat-saat imannya dalam keadaan turun atau mengendor. Dengan intuisi yang terjaga, mereka akan mampu untuk meredam gejolak dan mengendalikan hawa nafsunya yang lawwamah untuk menjadi nafs yang
muthmainnah dengan mendawamkan amalan fardlu yang rutin semisal shalat, zakat, dan ibadah-ibadah nawafil seperti tilawah, Qiyamul Lail, puasa sunnnah, shalat-salat sunnah sebagai tawazun/ balance/ penyeimbang saat ia dalam keadaan goyah.
2. Selalu isti’dad/mempersiapkan diri menuju Ilahi
Kondisi iman mereka selalu dalam keadaan siaga bila satu saat Allah harus memanggilnya. Karena dengan demikian mereka selalu dalam keadaan prima baik iman maupun amalan hariannya. Mereka mengerti benar sebagaimana perkataan Syaih abdul Qadir Jaelani bahwa “Al Imaanu yazid bi tho’ati Wa yanquus bi ‘usyaan”, Iman naik dengan ketaatan kita pada allah dan dia akan turun karena kemakasiatan yang kita lakukan.
3. Kaidah satu jalan
Di dalam meniti jalan Ilahi, secara kualifikasi manusia di bagi ke dalam 2 bagian : kelas tinggi (Al ulyah) dan kelas rendah (As Suflah). Termasuk kategori kelas tinggi adalah mereka yang mengetahui jalan Allah , kemudian melintasinya untuk menuju ke HadiratNya. Dan mereka inilkah hamba-hamba Allah yang terhormat di sisi rabbNya.
Sedangkan tergolong kelas rendah atau bawah adalah mereka yang tidak tahu hakekat jalan allah dan tidak berusaha untuk mempelajarinya dan memaksa diri melaluinya. Inilah tipe orang yang hina di sisi Allah SWT.
Para aktifis da’wah adalah mereka yang meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa Nur Allah-lah yang paling benar dan mutlak. Lainnya adalah sesuatu yang rendah dan hina.Dengan demikian, mereka akan senantiasa mencari dan melalui satu jalan ini yaitu Nur Ilahi sebagai satu-satunya cahaya kebenaran.
4. Selalu dengan kekuatan.
Mereka para da’I selalu membekali dirinya dengan 2 macam kekuatan yaitu Quwwatul Ilmiyyah dan quwwatul Amaliyyah. Kekuatan dalam hal keilmuan dan pengetahuan dan kekuatan Amal perbuatan setelah mereka mendapatkan ilmu. Kedua kekuatan harus mutlak di miliki oleh para aktifis da’wah karena keduanya saling bersinergi dan saling bersimultan. Tidak saling menghilangkan. Ilmu tanpa Amal maka ia menjadi lumpuh adanya, dan sebaliknya Amal tanpa ilmu yang meneranginya maka ia akan menjadi buta karena ia beramal tanpa petunjuk yang sempurna berupa ilmu. Ia beramal dengan meraba-raba. Untuk menggenggam istiqomah ini, mereka harus memiliki kefahaman dalam hal ilmu dan mereka siap mengimplementasikan dalam setiap hidupnya.
5. Mengisi masa perjalanan
Ketika ia mulai di lahirkan ibunya yang mulia, saat itulah pengembaraan di dunia di mulai dan taklif telah mulai di pikulnya. Tak ada kata untuk menolaknya, karean semuanya menjadi sunatuLlah. Orang yang cerdik adalah orang yang menempatkan senantiasa menempatkan fase perjalanannya berada di hadapannya, dan menempuh dengan penuh selamat dan membawa maslahat. Bila satu fase telah di selesaikan, ia akan menempuh fase berikutnya dan menyelesaikannya dengan sempurna. Setiap detik dalam hidupnya, ia penuhi dengan kebaikan dan amalan-amalan taqwa untuk lebih mendekatkan pada surganya. Ia isi perjalanan hidupnya dengan berlomba-lomba pada kebaikan.
6. Memahami kualifikasi manusia
Ibnul Qayyim membagi manusia berdasarkan kualifikasinya :
a. Asy-Qiya’ : Orang-oarng yang sengsara
b. Ad Dzalimuun : Orang-orang yang aniaya dan terperdaya dengan dirinya dan dunia ini.
c. Al Abraar : Orang-oarng yang berbakti
d. As Sabbiquuna Al Muqarrabbuun : Golongan orang-orang yang menang dan dekat yaitu mereka yang hatinya telah penuh dengan pancaran sinar ma’rifat, mahabbah/ kecintaan, khouf/ takut pada Allah, dan respek terhadap semua keinginan Allah SWT.
Dengan mengetahui tingkatan atau kualifikasi manusia kita akan mengerti di mana posisi kita saat ini, sehingga kita bisa menjaga istiqomah kita untuk mendapatkan posisi yang tertinggi yaitu A Sabiquuna Al Muqqarrabuuna.
Dan akhirnya semoga kita termasuk di jadikan Allah sebagai golongan-golongan hambaNya yang senantiasa berda’wah dan istiqomah di jalanNya sampai kita berjumpa denganNya. Kepada-Nya kita berharap dan memohon Petunjuk serta Taufiknya. Alangkah berbahagianya saat kita nanti bisa menghadap wajah Allah yang mulia dengan kepala tengadah menikmati Cahaya WajahNya karena amal-amal da’wah, keridloan dan Keistiqomahan kita di jalanNya sewaktu di dunia.
“Ya Muqqallibal Quulub, Tsabit qalbi ‘ala diniika, aala istiqomatika, wa alaa tho’atika. Aamiin.”
Kinilah saatnya kita berazzam di hati, bahwa kita siap memikul seberat apapun beban da’wah ini, kita menyadari kita adalah hamba-hamba Allah yang telah di pilihnya. Kalau kita berat dan tidak mau menerimanya, maka bersiap-siaplah DIA akan menggantikan kita dengan generasi dan ummat yang lebih baik dari kita . Jika bukan kita yang menjalankan da’wah ini maka bersiap-siaplah :
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. “ (QS Al Maidah:54)
selengkapnya...